Bicara pekerjaan baru, bicara profesi baru, bicara terorisme, bicara mood yang down, bicara profesionalitas, bicara menjadi seorang penyiar, sudah baikkah para penyiar menjadi penyiar profesional? *hmmm, serius sekali yah kesannya? iya, kali ini izinkan saya menulis apa yang ingin benar-benar saya sampaikan*
Merujuk pada World English Dictionary, terror di definisi keempat, yaitu: annoying person: an annoying, difficult, or unpleasant person, particularly a naughty child (informal). Secara pribadi, saya menganggap bahwa terror *yang akhir-akhir ini sedang hangat dibicarakan dan dirasakan oleh rekan tya* adalah AN ANNOYING. Sesuatu yang begitu menyebalkan hingga menyebabkan mood dan semangat seorang penyiar sempat down selama beberapa saat.
Sebuah terror (baca: kritik yang bertubi-tubi dan tidak membangun), sesuatu yang kadang bisa terasa begitu menyebalkan, sesungguhnya bisa jadi alasan yang tepat bagi semua orang untuk membuktikan eksistensinya dan profesionalitasnya sebagai apa saja, tidak hanya penyiar. Menyitir sedikit kalimat Aa Gym dalam Management Qolbu-nya, bahwa: “Tidak layak orang takut risiko kritik sebab orang tidak akan menjadi hina dan jatuh harga dirinya karena kritik” dan ”Jadikanlah setiap kritik bahkan penghinaan yang kita terima sebagai jalan untuk memperbaiki diri”. Nah, sesungguhnya apa yang sedang kita takuti?
Tidak takut apa-apa! Ya, tidak takut dengan kritik yang tidak membangun, karena secara kasat mata dan kasat argumentasi *bah, istilah apa itu din?*, orang yang tidak sangat pintar sekalipun bahkan bisa merasakan getar-getar sinyal sesuatu yang tidak beres sedang terjadi di dalam kritik itu. Memang benar, jika kita lihat dari segi definisi, kritik berarti saat kita melihat ada sesuatu yang salah pada sesuatu atau diri orang lain. Namun, apakah manusia yang saling menginginkan kebaikan di dunia ini akan biarkan kesalahan yang ada pada saudaranya (dalam hal ini penyiar yang sedang didengarnya) begitu saja? Idealnya, alangkah sangat baik dan betapa menyenangkan serta menggembirakan hati ketika kritik yang dilontarkan disertai dengan solusi yang membangun pula.
Sekali lagi, meminjam kalimat Aa Gym di Management Qolbu: ”Untuk menjadi baik itu mungkin bagi siapa saja, maka jangan pernah menganggap remeh orang yang pernah melakukan kesalahan”. Bukan manusia namanya kalau tidak pernah salah. Bahkan, Bang Jaka pun sering batuk-batuk ketika siaran *dan akhir-akhir ini kebiasaan batuk-batuk sambil siaran yang seharusnya dijadikan kritik karena ga enak didenger malah dijadikan salah satu pertanyaan di uji pengetahuan Radio Volare sehingga mau tidak mau jadi style siaran juga toh?*. Maka, batuk itu pun bukan lagi sesuatu yang kritikable alias tidak perlu dikritik lagi. Kesalahan batuk-batuk sambil siaran toh bukanlah sesuatu yang disengaja, melainkan karena Bang Jaka memang sedang sakit-sakitan *batuk*.
Kadang, menjaga profesionalitas ketika sedang bekerja sangat sulit sekali. Saya sendiri pernah *dan sekarang jadi sering* siaran dalam keadaan basah kuyup karena terlanjur diterjang hujan badai dalam perjalanan ke studio. Menjaga suara supaya gigilnya tidak kedengaran di radionya Bujang Dare, menjaga kursi supaya tidak terlalu basah, menjaga karpet supaya tetap kering, dan harus tetap seperti itu selama 1 jam bukanlah hal yang bisa dianggap remeh. Begitu pula ketika ada sesuatu dan lain hal yang membuat saya *dan rekan penyiar lainnya* terpaksa terlambat datang ke studio, kemudian berusaha mengejar waktu agar keterlambatan yang dilakukan tak begitu kentara, mengatur nafas, menstabilkan suara, dan sebagainya, membutuhkan pemakluman pula dari Bujang Dare yang telah begitu setia menanti suara penyiar untuk on air dan menemani aktivitas.
Sebuah terror (baca: kritik yang bertubi-tubi dan tidak membangun), sesuatu yang kadang bisa terasa begitu menyebalkan, sesungguhnya bisa jadi alasan yang tepat bagi semua orang untuk membuktikan eksistensinya dan profesionalitasnya sebagai apa saja, tidak hanya penyiar. Menyitir sedikit kalimat Aa Gym dalam Management Qolbu-nya, bahwa: “Tidak layak orang takut risiko kritik sebab orang tidak akan menjadi hina dan jatuh harga dirinya karena kritik” dan ”Jadikanlah setiap kritik bahkan penghinaan yang kita terima sebagai jalan untuk memperbaiki diri”. Nah, sesungguhnya apa yang sedang kita takuti?
Tidak takut apa-apa! Ya, tidak takut dengan kritik yang tidak membangun, karena secara kasat mata dan kasat argumentasi *bah, istilah apa itu din?*, orang yang tidak sangat pintar sekalipun bahkan bisa merasakan getar-getar sinyal sesuatu yang tidak beres sedang terjadi di dalam kritik itu. Memang benar, jika kita lihat dari segi definisi, kritik berarti saat kita melihat ada sesuatu yang salah pada sesuatu atau diri orang lain. Namun, apakah manusia yang saling menginginkan kebaikan di dunia ini akan biarkan kesalahan yang ada pada saudaranya (dalam hal ini penyiar yang sedang didengarnya) begitu saja? Idealnya, alangkah sangat baik dan betapa menyenangkan serta menggembirakan hati ketika kritik yang dilontarkan disertai dengan solusi yang membangun pula.
Sekali lagi, meminjam kalimat Aa Gym di Management Qolbu: ”Untuk menjadi baik itu mungkin bagi siapa saja, maka jangan pernah menganggap remeh orang yang pernah melakukan kesalahan”. Bukan manusia namanya kalau tidak pernah salah. Bahkan, Bang Jaka pun sering batuk-batuk ketika siaran *dan akhir-akhir ini kebiasaan batuk-batuk sambil siaran yang seharusnya dijadikan kritik karena ga enak didenger malah dijadikan salah satu pertanyaan di uji pengetahuan Radio Volare sehingga mau tidak mau jadi style siaran juga toh?*. Maka, batuk itu pun bukan lagi sesuatu yang kritikable alias tidak perlu dikritik lagi. Kesalahan batuk-batuk sambil siaran toh bukanlah sesuatu yang disengaja, melainkan karena Bang Jaka memang sedang sakit-sakitan *batuk*.
Kadang, menjaga profesionalitas ketika sedang bekerja sangat sulit sekali. Saya sendiri pernah *dan sekarang jadi sering* siaran dalam keadaan basah kuyup karena terlanjur diterjang hujan badai dalam perjalanan ke studio. Menjaga suara supaya gigilnya tidak kedengaran di radionya Bujang Dare, menjaga kursi supaya tidak terlalu basah, menjaga karpet supaya tetap kering, dan harus tetap seperti itu selama 1 jam bukanlah hal yang bisa dianggap remeh. Begitu pula ketika ada sesuatu dan lain hal yang membuat saya *dan rekan penyiar lainnya* terpaksa terlambat datang ke studio, kemudian berusaha mengejar waktu agar keterlambatan yang dilakukan tak begitu kentara, mengatur nafas, menstabilkan suara, dan sebagainya, membutuhkan pemakluman pula dari Bujang Dare yang telah begitu setia menanti suara penyiar untuk on air dan menemani aktivitas.
Percayalah. We are trying to do our best. Kritik dan saran membangun dari Bujang Dare tetap jadi masukan yang begitu berharga bagi saya dan semua rekan di Volare. Kepercayaan dan penghargaan Bujang Dare untuk menjadikan Radio Volare sebagai the first and still the only radio in Pontianak juga menjadi semangat serta motivasi yang begitu menggebu untuk terus mengudara.
That’s why,
That’s why,
you and I have our love always there to remind us
There is a way we can leave all the shadows behind us
Volare, oh oh
Cantare, oh oh oh oh
Let's fly way up to the clouds
Away from the madd'ning crowds
We can sing in the glow of a star that I know of
Where lovers enjoy peace of mind
Let us leave the confusion and all this disillusion behind
Just like birds of a feather a rainbow together we'll find
Volare, oh oh
Cantare oh oh oh oh
No wonder my happy heart sings
Your love has given me wings
Yeah, because your love has given us wings.
Wings to keep on flying on the air, as the best and coolest radio station in Pontianak.
3 Responses to Terror yang menyebalkan (dan profesionalitas)
Dimana mana memang gitu deh. Cuma kalaw terornya kudu disampein dengan baik donk la ye.
Pokoknya maju terus buat mba Dinie-Pantang Terus Maju Mundur. E calah, Maju Terus Pantang mundur.
Yess. yeess. Caiyooooo
ahahaha saya sih lagi ga kena teror kang. hanya beropini saja tentang teror (baca: kritik) yang melanda dan membuat hati rekan tya menjadi gundah gulana *halah, sok care yeaaa sama temen? harus donk!*
hmm, tapi saya benar2 masi beruntung yak, karena golok belum pernah nyampe ke studio :D XD
sekali lagi GOLOK is dabes.
Jarang jarang ada kesempatan kaya gitu. TOp la
Post a Comment